Perbanas: Karyawan BTN Tak Punya Hak Tolak Rencana Penjualan

Doddy Rosadi Suara.Com
Sabtu, 26 April 2014 | 22:13 WIB
Perbanas: Karyawan BTN Tak Punya Hak Tolak Rencana Penjualan
Ribuan pegawai PT Bank Tabungan Negara (BTN) berunjuk rasa di Kantor Pusat BTN, Jakarta Pusat, Minggu (20/4). (Antara/Andika Wahyudi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Persatuan Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai karyawan BTN tidak mempunyai hak menolak apapun rencana yang akan dilakukan pemerintah terhadap bank-bank BUMN.

Pegawai bank-bank BUMN, termasuk BTN, harus menyerahkan seluruh keputusan ke negara dan menghargai hak pemerintah selaku pemegang saham mayoritas.

Hal tersebut disampaikan Sigit menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan serikat pekerja BTN, yang menolak rencana akuisisi BTN oleh Bank Mandiri.

"Intinya, terserah kepada pemiliknya. Negara berhak mengatur bank-bank yang dimilikinya, terbaik menurut rencananya, sehingga karyawan tidak mempunyai hak menolak dan harus menghargai hak negara sebagai pemegang saham bank-bank pemerintah," kata Sigit di Jakarta, Sabtu (26/4/2014).

Sigit yakin, rencana akuisisi tersebut sudah melalui kajian yang mendalam, baik dari segi manfaatnya maupun mudaratnya.

Menurut Sigit, aksi penolakan yang dilakukan karyawan BTN lebih disebabkan oleh strategi komunikasi yang kurang baik. Untuk itu, rencana tersebut harus dikomunikasikan sesegera mungkin secara baik.

Selain itu, dia melihat pemerintah tidak memiliki cetak biru perbankan nasional yang jelas, guna mengarahkan pengembangan perbankan ke depannya agar bisa memiliki daya saing kuat di tingkat nasional dan internasional.

Cetak biru yang ada saat ini baru Arsitektur Perbankan Indonesia, yang dirumuskan oleh Bank Indonesia. Itupun hanya mengikat Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan bank-bank nasional.

Di luar itu, pemerintah belum mengeluarkan aturan undang-undang tentang cetak biru perbankan nasional, yang bisa mengikat seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, DPR, OJK, BI, maupun pelaku perbankan nasional.

"Aturan Arsitektur Perbankan Indonesia harus lebih tinggi dari peraturan Bank Indonesia," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI