Suara.com - Kebakaran lahan dan hutan (Karhutla) berpotensi terjadi pada 8 provinsi rawan (Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan). Kebakaran tersebut berpeluang lebih menyebar dalam periode yang lebih panjang, karena dipicu oleh fenomena el nino sedang. Prediksi itu datang dari Fire Danger Rating System (FDRS) dan curah hujan yang menurun yang diinfokan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan, perlu diperhatikan tiga hal dan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yaitu adanya early warning system yang baik, pelibatan masyarakat dalam penanganganan kebakaran hutan dan lahan serta penegakan hukum.
Ia menyebutkan, kecenderungan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selalu berulang tiap tahun, dan dalam satu tahun terjadi dua puncak karhutla yaitu Maret-April (periode I) dan Juli-Agustus (periode II). Karhutla periode I pada tahun 2014 terjadi lebih awal yaitu Februari. “Kejadian karhutla tersebut perlu menjadi rujukan untuk menghadapi periode II,” ujarnya seperti dilansir laman Setkab.go.id, Sabtu (19/4/2014).
Menurut Balthasar, perlu disusun rencana operasionalisasi pencegahan yang mampu mengurangi resiko karhutla periode II, dengan tetap mengacu kepada beberapa peraturan yang tersedia seperti Instruksi Presiden Nomor 16 tahun 2011 tentang peningkatan Pengendalian Kebakaran hutan dan Lahan.
“Dalam Inpres tersebut terdapat beberapa instruksi kepada KLH antara lain meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan serta meningkatkan kinerja PPNS akibat kebakaran hutan dan lahan,” tutur Balthasar.
Menurut dia, keberhasilan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan merupakan implementasi di lapangan yang konsisten dari hasil kerja sama pemerintah daerah, pemerintah pusat, pengusaha dan masyarakat yang dituangkan dalam suatu rencana aksi.