Suara.com - Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia pada Kamis lalu dinilai sebagai bentuk “terkontaminasinya” bursa saham oleh berita politik.
Analis pasar modal dari Trust Securities, Reza Priambada mengatakan, pelaku pasar berharap parpol tertentu bisa menang telak di pemilu legislatif. Ketika harapan itu tidak tercapai, mereka langsung merespon dengan menjual saham sehingga IHSG turun drastis.
Kamis lalu, IHSG melorot 164 poin atau 3,3 persen ke level 4.757. Ini merupakan penurunan indeks terbesar sejak Agustus tahun lalu. Pelaku pasar merespon negatif hasil hitung cepat pemilu legislatif karena tidak ada satu pun partai politik yang meraih 20 persen suara.
“Jadi sekarang ini, pelaku pasar selain memperhatikan informasi tentang kinerja emiten atau data perekonomian yang akan dirilis, mulai terpengaruh oleh situasi politik. Saya kasih contoh, kalau pelaku pasar menginginkan pasangan Jokowi-JK yang mau di pilpres dan ternyata harapan mereka tidak sesuai dengan kenyataan maka mereka akan langsung menjual saham. Jadi mereka sudah mulai tidak rasional lagi dalam melakukan aksi jual,” kata Reza kepada suara.com ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (14/4/2014).
Reza menambahkan, lonjakan Indeks Harga Saham Gabungan pada hari ini bukan karena Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menutup sesi perdagangan pada Jumat lalu. Menurut dia, indeks melonjak karena pelaku pasar menilah harga saham sudah murah setelah indeks terjun bebas pada Kamis lalu.
“Saya pikir bukan karena Jokowi karena kalau memang karena efek Jokowi seharusnya dia bisa menutup perdagangan di bursa efek setiap hari biar indeks terus naik,” kata Reza berseloroh.
Ketika indeks saham di kawasan Asia turun dan memasuki zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia justru mengalami anomali. Pada sesi penutupan perdagangan Senin (14/4/2014), IHSG naik 39 poin atau 0,8 persen ke level 4.855.