Suara.com - Bank Indonesia belum bisa menerapkan suku bunga acuan yang rendah. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, ada tiga hal yang menjadi penghambat suku bunga murah di Indonesia.
Pertama, inflasi yang masih tinggi. Kata dia, selama inflasi tidak bisa stabil 2 persen sulit bagi bank sentral untuk bisa menetapkan suku bunga di kisaran 4-5 persen.
“Kita masih kalah jauh dengan Filipina yang inflasinya hanya 3 persen, suku bunga jangka panjanganya 4.5 persen sedangkan suku bunga jangka panjang Indonesia 5 persen ketika capital inflow lagi deras masuk,” kata Mirza usai menghadiri peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia 2013 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (2/4/2014).
Mirza mengatakan, inflasi di Indonesia masih cenderung tinggi karena subsidi BBM yang tidak pernah tetap di APBN. Apabila pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, maka inflasi akan terangkat naik.
Kendala lain adalah struktur pasar. Menurut Mirza, harus banyak perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor Usaha Kecil dan Menengah.
“Saat ini, kredit korporat sudah single digit di kisaran 7 persen, saingan mulai banyak terutama dari bank asing. Sementara kredit mikro dulu itu hanya Bank BRI,” ujar Mirza.
Faktor penghambat ketiga yaitu sumber dana. Mirza mengatakan, saat ini rasio penyaluran kredit perbankan suda mencapai 90 persen. Sisanya yang 10 persen adalah untuk Giro Wajib Minimum (GWM). Kalau bank mau memberikan kredit lagi maka harus tarik dana dengan bunga tinggi.
Saat ini, suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 7,5 persen. Posisi suku bunga acuan terendah adalah 5,75 persen yang terjadi pada Februari 2012.