Suara.com - Pemerintah akan mengeluarkan aturan untuk membatasi jumlah uang tunai yang bisa dibawa seseorang. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengatakan, aturan tentang Cross Broder Cash Carrying atau Laporan Pembawaan Uang Tunai sedang dikaji. Menurut Yusuf, aturan itu untuk mencegah praktik korupsi.
Selama ini, kata Yusuf, mata uang asing dalam pecahan besar kerap menjadi salah satu alat suap yang sering digunakan oleh koruptor.
Dia menduga, penggunaan transaksi tunai pada lapisan ber maksud mempersulit upaya pelacakan asal-usul sumber dana yang diduga berasal dari tindak pidana, atau dengan maksud memutus pelacakan aliran dana kepada pihak penerima dana.
Penerbitan aturan CBCC baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) ataupun Peraturan Presiden (Perpres), kata Yusuf, diharapkan akan memberi kewenangan kepada petugas bea cukai untuk melakukan tindakan fisik, termasuk menggeledah setiap orang yang dicurigai PPATK. Asumsinya, uang-uang tersebut bisa digunakan untuk suap.
Mengenai cara membatasi pembawaan uang tunai, Kepala PPATK Muhammad Yusuf mencontohkan, misalnya orang yang menukarkan 10.000 dollar Singapura perlu dimintakan Kartu Keluarga (KK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP), bisa juga meminta rekomendasi atasan.
“Dengan demikian, bisa diketahui apakah orang ini wajar menukarkan uang sebanyak itu, apakah ia relevan mempunyai uang sebanyak itu," terang Yusuf, seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Rabu (19/3/2014).
M Yusuf juga menyebutkan, pihaknya akan meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengeluarkan surat edaran yang melarang pencairan uang 10 ribu dollar Singapura di Indonesia. Selain dolar Singapura, surat edaran tersebut diharapkan juga untuk melarang penukaran uang asing (termasuk dolar Amerika) dalam pecahan besar.