Bank Dunia Minta Pemerintah Kembali Naikkan Harga BBM

Doddy Rosadi Suara.Com
Selasa, 18 Maret 2014 | 15:26 WIB
Bank Dunia Minta Pemerintah Kembali Naikkan Harga BBM
Ilustrasi pengisian BBM di SPBU (Foto: shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom Utama Bank Dunia Jim Brumby memperkirakan perekonomian Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan terkait tingkat investasi yang tidak menentu serta penurunan sektor ekspor, yang menekan pertumbuhan ekonomi pada angka 5,3 persen di 2014.

Untuk itu, melaksanakan reformasi kebijakan serta mengurangi ketidakpastian kebijakan, merupakan upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, yang telah mencapai 5,7 persen pada 2013.

Jim menambahkan salah satu reformasi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyesuaikan harga BBM untuk mengurangi beban belanja subsidi energi yang diperkirakan meningkat dari alokasi dalam APBN 2014.

Bank Dunia memperkirakan belanja subsidi akan meningkat hingga mencapai sekitar 2,6 persen terhadap PDB, bandingkan dengan 2,2 persen dari PDB pada 2013, apabila tidak ada penyusunan kebijakan yang berorientasi masa depan.

"Penyesuaian kebijakan harus menyangkut pengalihan belanja subsidi yang signifikan kepada kebutuhan yang lebih mendesak, seperti investasi bidang infrastruktur, perbaikan iklim investasi dan perbaikan pelayanan masyarakat," ujar Jim, Selasa (18/3/2014) seperti dilansir dari Antara.

Selain itu, penyempitan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia pada triwulan empat tahun 2013 menjadi empat miliar dolar Amerika, menunjukkan adanya keberhasilan kebijakan moneter dan fleksibilitas kurs rupiah.

Jim menjelaskan tantangan terbaru yang dihadapi oleh Indonesia adalah terkait pelarangan sebagian ekspor mineral yang telah meningkatkan ketidakpastian di kalangan investor jangka panjang serta menambah beban APBN.

Bank Dunia memprediksi pelarangan tersebut akan berdampak negatif terhadap perdagangan bersih sebesar 12,5 miliar dolar Amerika dan kerugian dalam penerimaan fiskal dari royalti, pajak ekspor dan pajak penghasilan badan sejumlah 6,5 miliar dolar hingga tiga tahun mendatang.

"Melihat risiko ekonomi yang berkelanjutan dan agenda pembangunan Indonesia yang ambisius, pengurangan ketidakpastian kebijakan dan kelanjutan reformasi patut dijadikan prioritas," kata Jim. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI