Indonesia di Posisi 10 Indeks Kapitalisme Kroni

Doddy Rosadi Suara.Com
Senin, 17 Maret 2014 | 18:37 WIB
Indonesia di Posisi 10 Indeks Kapitalisme Kroni
Ilustrasi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia berada di posisi lima dalam indeks kapitalisme kroni yang disusun oleh The Economist. Posisi pertama masih ditempati Hongkong, diikuti Rusia, Malaysia, Ukraina dan Singapura. Pada 2007, Indonesia masih berada di posisi 18 dalam indeks kapitalisme kroni. Semakin tinggi posisi maka semakin besar kapitalisme kroni di negara tersebut.

Indeks tersebut berupaya mengukur kekayaan sebuah negara yang terkonsentrasi di tangan sejumlah individu yang saling terkait. Indeks tersebut disusun dari data Dana Moneter Internasional, Forum Ekonomi Dunia dan The Economist. Peringkat dibuat berdasarkan kekayaan dari biliuner di negara tersebut dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB).

Di negara berkembang.kekayaan kroni lebih dari 4 persen dari Produk Domestik Bruto. Jumlah itu naik dua kali lipat dibandingkan tahun 2000 yang hanya 2 persen dari Produk Domestik Bruto. The Economist mengungkapkan, indeks tersebut masih mempunyai kelemahan karena tidak semua kroni mengungkapkan jumlah kekayaannya kepada publik.

“Kelemahan lainnya adalah, indeks itu hanya memasukan kroni yang biliuner dan bukan miliuner,” tulis The Economist.

Yang paling menarik dari indeks kroni tersebut, Cina hanya berada di posisi 19. Salah satu penyebabnya, negara menguasai sebagian besar sumber daya alam dan perbankan. Dua sektor tersebut merupakan sumber utama pemasukan dari para kroni.

“Para kroni di Cina mungkin punya Range Rovers di Singapura tetapi tidak cukup untuk masuk daftar biliuner. Jadi, indeks kapitalisme kroni ini hanya panduan kasar tentang konsentrasi kekayaan dibandingkan dengan yang lebih kompetitif,” tulis The Economist.

Kapitalisme kroni adalah terminologi untuk menggambarkan ekonomi di mana sukses dalam bisnis tergantung kepada hubungan dekat antara pengusaha dengan pejabat pemerintah. Kedekatan itu bisa menghasilkan distribusi izin legal, bantuan dari pemerintah, pajak khusus atau intervensi dari negara. (TheEconomist)

REKOMENDASI

TERKINI