Suara.com - Defisit anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014 kemungkinan akan semakin membengkak. Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, defisit pada APBN-P dipastikan lebih besar dari 1,69 persen terhadap Produk Domestik Bruto seperti yang ditetapkan dalam APBN 2014.
"Nanti kita lihat, pokoknya tidak akan melewati batas 2,5 persen," katanya di Jakarta, Jumat (7/3/2014) seperti dilansir Antara.
Bambang tidak menjelaskan secara rinci, kemungkinan pelebaran defisit anggaran tersebut berasal dari penerimaan pajak yang menurun dan peningkatan belanja pemerintah terutama subsidi energi yang selalu melampaui target tiap tahunnya.
Namun, ia memastikan pemerintah akan memotong belanja yang kurang penting dan tidak akan menambah utang baru untuk menutup pembiayaan, sebagai antisipasi terhadap pelebaran defisit anggaran pada 2014.
"Menambah utang itu banyak risikonya, karena 'market' sudah punya persepsi, kita tadinya hanya mengeluarkan sekian, kalau dipaksakan terlalu banyak risikonya juga akan tinggi. Salah satu pengorbanannya nanti di belanja," ujarnya.
Dalam APBN 2014, pendapatan negara disepakati sebesar Rp1.667,1 triliun dan belanja negara senilai Rp1.842,5 triliun dengan defisit anggaran tercatat sebesar Rp175,4 triliun atau 1,69 persen terhadap PDB.
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menambahkan penerimaan pajak diperkirakan tidak akan mencapai target yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp1.110,2 triliun, sehingga kemungkinan ada perubahan target pajak dalam APBN-Perubahan.
"Kita lihat asumsi makronya sudah banyak berubah, termasuk pertumbuhan ekonomi. Kalau pertumbuhan ekonomi lebih rendah, pajak akan lebih rendah. Ini 'overall' semua, PPh maupun PPN, karena terkait transaksi ekonomi," katanya.
Fuad tidak mau menyebutkan berapa potensi penurunan penerimaan pajak, termasuk target pajak terbaru dalam APBN-Perubahan, karena masih dalam kajian Kementerian Keuangan dan belum dilakukan pembahasan dengan DPR.
Menurut rencana, pemerintah segera mengajukan APBN-Perubahan 2014 seusai pemilu legislatif, karena beberapa asumsi makro dalam APBN seperti nilai tukar rupiah dan lifting migas sudah tidak sesuai dengan perkiraan (outlook) hingga akhir tahun.