Suara.com - Ketua Komisi VI DPR dari Partai Golkar Airlangga Hartarto mengusulkan empat langkah yang harus dilakukan pemerintah sebagai bagian perlindungan terhadap produk dalam negeri dari serangan produk-produk murah impor.
Pertama, pemerintah harus mengembangkan industri dalam negeri khususnya yang memproduksi kebutuhan dalam negeri. Dengan jumlah penduduk mencapai 245 juta jiwa, maka potensi pasar besar seperti ini harus dioptimalkan. Artinya, pemerintah segera mengurangi impor dan sekaligus memperkuat petani dan peternak Indonesia.
Dalam hal ini, pemerintah seharusnya belajar dari era kepemimpinan presiden Soeharto yang mampu mendorong Indonesia swasembada pangan. Bahkan, Indonesia pun pernah mengekspor sejumlah beras produk berasnya keluar negeri.
“Artinya, Partai Golkar melihat tugas pemerintah harus dijalankan untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Utamanya barang-barang konsumsi yang bisa diproduksi didalam negeri, seperti bahan pangan. Sebab jika bahan konsumsi masyarakat pun diimpor, itu artinya pemerintah berdiam diri saat melihat barang impor “memperkosa” sendi-sendi industri dalam negeri,” jelas dia, dalam siaran pers, Rabu (5/3/2014).
Lebih jauh, ucap Airlangga, data pemerintah juga mencatat saat ini terdapat 10 bahan pangan Indonesia yang masih mengandalkan impor. Padahal masyarakat sendiri mampu untuk memproduksinya.
Kedua, pemerintah harus menerbitkan kebijakan yang menarik bagi pengusaha dalam negeri untuk mengembangkan produk-produk domestik. Dengan demikian, peluang pasar domestik dapat dioptimalkan bagi perekonomian nasional.
“Pada bagian ini, pemerintah harus cermat dan cepat dalam memberikan berbagai insentif menarik. Sehingga tidak ada alasan bagi pengusaha dalam negeri untuk membuang peluang pasar sebesar ini,” papar Airlangga.
Ketiga, pemerintah harus meningkatkan kerjasama dan sinergi antar instansi untuk memberikan perlindungan terhadap produk-produk lokal. Dalam hal ini, setiap kementerian harus bersinergi untuk memproteksi produk-produk lokal bersaing di dalam negeri. Bukan saling mempersalahkan seperti yang kerap ditunjukkan oleh kementerian perdagangan, kementerian pertanian, dan kementerian keuangan.
Seharusnya, ucap Airlangga, Kemendag bisa menghitung dan mengerem laju impor barang konsumsi. Apalagi untuk barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, seperti beras, gula, apel, garam, dan yang lainnya.
“Saat ini, ada lagi keleluasaan industri untuk mengimpor produk jadi dengan berlindung pada peraturan sebagai produsen importir. Tetapi sebenarnya, importir itu juga memproduksi barang di dalam negeri. Sehingga menimbulkan berbagai penafsiran yang akhirnya sangat merugikan negara. Intinya, banyak aturan-aturan pemerintah yang tidak fair bagi industri dalam negeri,” tandas dia.