Pantang Menyerah Menghapus Stigma Negatif Pengidap Kusta

adminDoddy Rosadi Suara.Com
Rabu, 05 Maret 2014 | 17:41 WIB
Pantang Menyerah Menghapus Stigma Negatif Pengidap Kusta
Ratna Indah Kurniawati. (foto: Doddy Rosadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ratna Indah Kurniawati, perawat di Desa Rebalas, Kecamatan Grati, Pasuruan trenyuh ketika melihat seorang pengidap kusta dikucilkan oleh warga sekitar. Padahal, penderita kusta itu sudah menjalani proses pengobatan dan dinyatakan sembuh. Namun, stigma negatif masyarakat tentang penyakit kusta sebagai penyakit yang menjijikkan masih melekat di benak warga.

Peristiwa itulah yang menjadi motivasi perempuan kelahiran 23 April 1980 itu untuk membentuk Kelompok Perawatan Diri pada 2009. Kelompok itu akan memberdayakan para pengidap kusta yang sudah sembuh namun tetap dikucilkan oleh warga sekitar.

“Pengidap kusta itu sebagian besar miskin, tidak bekerja dan tergantung kepada keluarga. Kelompok perawatan diri awalnya beranggotakan 25 orang pengidap kusta. Kami berdayakan mereka dengan berbagai macam usaha seperti menyulam jilbab, menjahit, usaha ternak jangkrik dan kambing, serta membuat keranjang dari rotan,” kata Ratna kepada Suara.com usai menghadiri acara Kick Off SATU Indonesia Award 2014 di Jakarta, Rabu (5/4/2014).

Kelompok perawatan diri yang dibentuk Ratna mendapat bantuan dari Dinas Sosial setempat. Bantuannya bukan dalam bentuk uang tetapi berupa peralatan seperti mesin jahit. Ketika mendapatkan satu mesin jahit, masalah baru pun muncul.

“Mesin jahit sudah ada, tetapi kami kan harus mencari seseorang yang bisa mengajarkan bagaimana cara menjahit kepada mereka. Mencari seorang guru untuk mengajarkan menjahit kepada bekas pengidap kusta kan tidak mudah. Stigma kusta sebagai penyakit yang menjijikkan itu masih kental. Beruntung kami bisa mendapatkan orang untuk mengajar menjahit dan untuk ternak jangkrik serta kambing,” ungkap Ratna.

Bukan hal mudah bagi Ratna untuk menyadarkan masyarakat bahwa pengidap kusta yang sudah dinyatakan sembuh secara medis bukan sesuatu yang menjijikkan. Stigma negatif inilah yang membuat Ratna bersama Kelompok Perawatan Dirinya pernah diusir oleh Kepala Desa Rebalas.

“Kami biasanya rutin melakukan pertemuan dengan anggota kelompok perawatan diri di sebuah rumah sebulan sekali. Pertemuan ini bertujuan untuk melihat perkembangan mereka. Namun, suatu ketika kepala desa melarang kami untuk melakukan pertemuan. Kata Kepala Desa, masa penyakit dibawa ke sini,” ujarnya.

Pertemuan bulanan itu terpaksa dipindah ke tempat lain. Tetapi Ratna tidak menyerah begitu saja. Dia terus melakukan sosialisasi tentang penyakit kusta, termasuk kepada Kepala Desa yang melarang dia mengumpulkan para pengidap kusta. Kegigihannya membuahkan hasil. Kepala Desa itu akhirnya paham tentang penyakit kusta dan mau menerima kehadiran warga pengidap kusta yang sudah menjalani pengobatan itu.

Ketika jerih payahnya berjuang membantu pengidap kusta diganjar penghargaan SATU Indonesia Award pada 2011, Ratna mulai melihat perubahan respon warga terhadap pengidap kusta. Mereka sudah mulai mau menerima.
“Seorang pengidap kusta yang melakukan usaha menjahit kini sudah menerima jahitan dari tetangganya. Padahal, sebelumnya dia dikucilkan oleh warga sekitar,” ungkap Ratna.

Kini, anggota Kelompok Perawatan Diri sudah berjumlah 80 orang. Mereka sudah bisa menghasilkan uang sendiri dari usaha menyulam jilbab, ternak jangkrik hingga membuat produk dari rotan. Sudah puaskah Ratna karena telah berhasil menghapus stigma negatif masyarakat sekitar terhadap pengidap kusta?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI