Suara.com - Keganasan rokok tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi juga menyulut persoalan ekonomi. Kerugian ekonomi Kerugian ekonomi sebagai akibat dari hilangnya waktu produktif terkait penyakit akibat dari kebiasaan merokok diperkirakan senilai Rp105,3 triliun.
Biaya rawat inap akibat penyakit terkait merokok tercatat sebesar Rp1,85 triliun dan biaya rawat jalan sebesar Rp0,26 triliun. Kerugian ekonomi akibat konsumsi rokok sebesar Rp245,4 triliun sementara penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2010 sebesar Rp56 triliun. Artinya, kerugian ekonomi akibat konsumsi rokok adalah empat kali lebih besar dari penerimaan cukai hasil tembakau.
Penghitungan beban ekonomi akibat konsumsi rokok tersebut tentu saja mempertegas kerugian yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok dari kacamata ekonomi.
Untuk menekan konsumsi rokok, pemerintah terus menaikkan cukai hasil tembakau. Akan tetapi kebijakan ini nampaknya belum mampu mengendalikan konsumsi rokok, karena meskipun pendapatan negara dari cukai hasil tembakau terus bertambah tetapi penurunan konsumsi rokok tidak signifikan.
"Permintaan rokok bersifat inelastis, besarnya penurunan konsumsi rokok lebih kecil daripada peningkatan harganya," kata Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Dr. Sonny Harry B. Harmadi, dalam seminar "Tobacco Excise Earmaking for Public Health: International Experience", di Denpasar, Bali, Selasa.
"Rokok bersifat adiktif. Kenaikan harga rokok tidak membuat perokok berhenti," kata Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Dr. Sonny Harry B. Harmadi, seperti dilansir Antara, Selasa (4/3/2014).
Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan penerimaan cukai hasil tembakau terus meningkat dan melebihi target. Ia memaparkan 95,3 persen penerimaan cukai adalah dari rokok (HT).
Per 13 September 2013 pendapatan cukai mencapai Rp76,3 triliun atau 72,89 persen dari target APBN Perubahan 2013 sebesar Rp104,7 triliun. Perolehan cukai tersebut seiring dengan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (HT).