Suara.com - Indonesia meminta Bank Sentral Amerika (The Fed) melakukan komunikasi yang lebih baik terkait kebijakan pengurangan stimulus (tapering). Hal ini perlu dilakukan agar negara berkembang bisa bersiap dalam menghadapi kebijakan tersebut.
“Saya paham, dunia yang normal adalah dunia tanpa quantitative easing (pembelian asset oleh The Fed), jadi pasar di negara berkembang harus siap tanpa adanya quantitative easing. Tetapi, menurut saya, ketika kita bergerak dari satu equilibrium ke equilibrium lainnya, sangat penting untuk melanjutkan komunikasi dalam membahas peta jalan sehingga pasar negara berkembang bisa melakukan persiapan,” kata Menteri Keuangan Chatib Basri, saat diwawancara Australia Broadcasting Corporation, Jumat (21/2/2014).
Indonesia dan sejumlah negara berkembang lain seperti Afrika Selatan, Turki, Argentina dan India telah mengalami arus modal ke luar pasca keputusan Bank Sentral Amerika mengurangi stimulus.
Menurut Chatib, kebijakan tapering ini sebaiknya dikomunikasikan lagi dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G 20 di Sydney. Chatib menambahkan, Indonesia sebagai negara berkembang ingin tahu ke mana arah kebijakan moneter Amerika Serikat dengan keluarnya kebijakan tapering.
Bank Sentral Amerika Serikat telah memutuskan untuk mengurangi stimulus pada akhir tahun lalu. The Fed memutuskan mengurangi stimulus (tapering off) dari semula 85 miliar dolar Amerika per bulan menjadi 75 miliar dolar Amerika per bulan dan berlaku Januari 2014. Keputusan itu diambil setelah the Fed menyimpulkan adanya perbaikan ekonomi AS usai mengalami resesi terburuk sejak 1930. (ABC/AFP)