Kedai Kopi Kecil yang Menjadi Perusahaan Paling Dikagumi di Dunia

adminDoddy Rosadi Suara.Com
Rabu, 19 Februari 2014 | 12:45 WIB
Kedai Kopi Kecil yang Menjadi Perusahaan Paling Dikagumi di Dunia
CEO Starbucks, Joseph Schultz. (foto: www.washingtonpost.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pada tahun 1981, Howard Schultz berkunjung ke sebuah kedai kopi kecil di kota Seattle, Amerika Serikat. Nama kedai kopi itu Starbucks. Ketika itu, Starbucks hanya kedai kopi kecil dan Schultz masih bekerja di perusahaan Xerox. Namun, kunjungan itulah yang menjadi awal dari sukses Starbucks di dunia.

Satu tahun setelah berkunjung ke kedai kopi Starbucks, Schultz melakukan perjalanan bisnis ke Italia. Budaya orang Italia dalam minum kopi menginspirasi Schultz. Dia meminta pemilik Starbucks untuk meniru model kedai kopi di Italia: kedai kopi kecil di setiap ujung jalan, menyajikan secangkir kopi, di mana pengunjung tidak datang dan pergi tetapi menghabiskan waktu luang mereka.

Namun, Schultz gagal membujuk pemilik Starbucks untuk menjalankan ide tersebut. Tidak putus asa, Schultz memutuskan keluar dari pekerjaannya di Xerox dan mendirikan kedai kopi yang diberi nama Il Giornale. Meski suidah mempunyai kedai kopi sendiri, Schultz belum menyerah untuk meyakinkan pemilik kedai kopi Starbucks.

Setelah tiga tahun, pemilik kedai kopi itu memutuskan untuk menjual kepemilikannya di Starbucks kepada Schultz sebesar 3,8 juta dolar. Mimpi Schultz pun terwujud. Dia mulai mengubah imej Starbucks menjadi kedai kopi yang nyaman untuk orang bersantai. Selain menjual kopi, Starbucks juga menyediakan teh, jus, roti hingga salad.

Mungkin tidak banyak yang tahu, angka turnover atau karyawan yang keluar di Starbuck sangat kecil. Sebagian besar karyawan kedai kopi itu sangat loyal karena Schultz menerapkan aturan yang menguntungkan karyawan. Antara lain tanggungan kesehatan kepada karyawan tetap dan kontrak serta pemberian saham.

Pria kelahiran Brooklyn pada 1953 itu memberikan jaminan kesehatan kepada semua karyawan karena pengalamannya di masa kecil. Dia melihat salah satu teman ayahnya yang tidak bisa berobat karena tidak mendapat jaminan kesehatan yang penuh.

Schultz juga dengan jitu mengadaptasi budaya local ke kedai kopinya. Di Amerika, budaya minum kopi yang sering dilakukan adalah take away alias dibawa pulang. Ini berbeda dengan budaya minum kopi di Cina di mana konsumen lebih senang duduk berlama-lama di kedai kopi.

Bukan itu saja, Schultz juga menyesuaikan menu dengan cita rasa local. Misalnya, dia menghidangkan menu teh hijau yang cocok dengan lidah orang Cina. Itulah yang membuat Starbucks sangat diterima di Cina. Keuntungan Starbucks di Cina ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan di Amerika.

Pada 2011, keuntungan operasional di Cina mencapai 34 persen sedangkan di Amerika hanya 21 persen. Kini, Starbucks mempunyai lebih dari 17.000 cabang di seluruh dunia. Mungkin anda mengira bahwa Starbucks adalah perusahaan yang melakukan franchise. Dalam kenyataannya, hampir sebagian besar kedai kopi Starbucks di seluruh dunia adalah milik perusahaan yang dipimpin Schultz.

Sejak 1992, saham Starbucks naik hingga 5.000 persen. Sukses Starbucks terletak pada kemampuan menciptakan konsumen mendapatkan pengalaman personal, stimulasi pertumbuhan bisnis, menghasilkan untung, memberdayakan pegawai serta menumbuhkan loyalitas secara bersamaan.

REKOMENDASI

TERKINI