Suara.com - Di awal tahun 2013, SKK Migas menjanjikan produksi migas nasional akan naik lagi di tahun 2014. Alih-alih naik, yang ada saat ini produksi lebih rendah dari tahun sebelumnya dan secara faktual telah mengurangi penerimaan negara.
SKK Migas mengungkapkan tantangan dalam menggapai target produksi migas cukup beragam, seperti harus mengatasi masalah gangguan operasi, mengurangi unplanned shutdown, mengatasi decline rate yang tajam, mengatasi kendala pembebasan lahan dan perijinan, dan mengatasi kendala pengadaan.
Anggota Komisi VII DPR Rofi Munawar mengungkapkan beberapa tantangan produksi tersebut sudah sekian lama diungkapkan oleh SKK Migas dan memang secara natural industri migas akan seperti itu, namun dari sekian waktu yang telah dilewati tidak ada progres yang berarti dalam solusinya.
“Kita memang tidak sedang menyederhanakan persoalan, tapi jika setiap tahun SKK Migas mengungkapkan permasalahan serupa namun tak berubah dan tak ada kemajuan, sehingga sangat wajar lifting kita terus merosot setiap tahun,” kata Rofi dalam pernyataan pers, Selasa (18/2/2014).
Pemerintah telah mencatat realisasi APBN-P 2013 dan APBN 2014 terkait lifting minyak dan gas (migas) serta penerimaan negara. Target lifting minyak bumi di APBN-P 2013 sebesar 840 MBOPD, namun realisasinya hanya sekitar 825 MBOPD. Sedangkan untuk target lifting gas bumi di APBN-P 2013 sebesar 1.240 MBOEPD, mengalami kenaikan menjadi 1.441 MBOEPD. Adapun di tahun 2014 APBN menargetkan lifting minyak 870 MBPOD dan lifting gas bumi tetap sama sebesar 1.240 MBOEPD.
Legislator Jawa Timur VII dari FPKS ini menambahkan, selama beberapa tahun terakhir target produksi migas, khususnya minyak, tidak pernah dapat terpenuhi oleh SKK Migas, dengan alasan adanya kendala teknis maupun non teknis yang yang diungkapkan hampir sama setiap tahun. Dalam jangka waktu sekian lama SKK Migas ternyata mengalami banyak kebuntuan, lemahnya koordinasi dan minim terobosan, padahal sudah ada insentif yang diberikan oleh Pemerintah selama ini.
“Padahal di tahun ini amanat Inpres Nomor 2 Tahun 2012 adalah tenggat akhir realisasi, dimana presiden meminta agar produksi minyak nasional paling minimal di tahun 2014 mencapai 1,01 juta barel per hari,” kata Rofi.
Rofi menambahkan, Komisi VII DPR RI dapat menerima laporan kinerja SKK Migas tahun 2013, namun terkait rencana kerja tahun 2014 parlemen memberikan catatan karena masih banyak menyisakan persoalan yang utamanya disektor minyak bumi, di antaranya SKK Migas harus memberikan ketegasan kepada Kontraktor Kerjasama (KKKS) yang tidak berkomitmen terhadap target yang telah ditetapkan.
“Inventarisasi masalah telah cukup banyak dilakukan selama ini oleh SKK Migas, baik dari internal maupun eksternal. Oleh karenanya pada akhirnya tinggal kemampuan ruang eksekusi dan koordinasi yang lebih intensif dengan pemangku kepentingan lain. Kemudian pemerintah harus mendorong percepatan regulasi dan birokrasi yang lebih efisien karena itu telah menjadi kendala non teknis signifkan dalam eksplorasi maupun ekploitasi migas,” katanya.
Target produksi lifting di APBN 2014 sebanyak 870.000 barel per hari (bph) tampaknya bakal dirombak. Salah satu penyebabnya, lapangan minyak di Blok Cepu belum bisa dioperasikan tahun ini.