Suara.com - Banjir yang melanda Jakarta sudah sangat mencemaskan. Berdasarkan kalkulasi Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), kerugian materiil akibat banjir 2014 mencapai angka Rp 12 triliun.
“Namun angka ini sebenarnya bisa diminimalisir jika saja pemerintah pusat dan daerah bisa melakukan 5 langkah praktis dalam mengatasi banjir Jakarta,” ujar pengamat Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loetan dalam siaran persnya, Rabu (5/2/2014).
Syahrial mengatakan, upaya mengatasi banjir Jakarta harus ditinjau dari berbagai aspek penting. Diantaranya adalah rencana tata ruang wilayah (RTRW) wilayah Jakarta. Lalu, kondisi hidrotopografi dengan memperhatikan dataran rendah hasil sedimentasi, pasang surut air laut, daerah catchment area atau hulu dari daerah aliran 13 sungai, dan tutupan lahan di wilayah Jakarta.
Kata Syahrial, kesesuaian aturan dengan keadaan lapangan, dimana didalamnya menyangkut tata ruang dan perubahannya. Selain itu, juga menyangkut rasio lahan terbuka, pemukiman di bantaran sungai, hilangnya rawa-rawa tempat parkiran air sebelum ke laut, serta masalah perilaku masyarakat yang belum berubah. Aspek terakhir adalah masalah penurunan permukaan tanah (land subsidence).
“Karena itu, upaya memperkecil risiko banjir harus dilakukan mulai dari hulu, ditengah aliran atau antara hulu dan hilir, serta di hilir aliran sungai. Sehingga secara komprehensif antisipasi dapat dilakukan,” terang Syahrial.
Menurut dia, ada lima langkah efektif yang harus dilakukan pemerintah dalam mengatasi banjir Jakarta. Pola yang sama juga dapat dilakukan pada daerah-daerah lain yang mengalami masalah banjir.
Pertama, perlunya upaya koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI, Pemerintah Jawa Barat, serta Kabupaten-Kabupaten yang terkait dengan masalah banjir. Upaya koordinasi ini perlu secara spesifik dituangkan dalam perencanaan (pengkajian bersama Rencana Tata Ruang Wilayah), pemberian ijin, dan penegakan hukum. Dengan koordinasi ini di harapkan dapat terjaga konsistensi dan sinkronisasi dari setiap langkah.
Kedua, perlunya penegakan hukum yang tegas didalam penanganan banjir Jakarta. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lapangan harus di tangani secara proporsional.
“Izin-izin yang sudah terlanjur dikeluarkan perlu penanganan yang optimal agar segera dapat diselesaikan. Bagi bangunan-bangunan yang berada disana tanpa ijin tentunya harus diupayakan penyelesaian yang lebih keras,” tegas dia.
Ketiga, adanya evaluasi dan reviu ulang terhadap RTRW yang ada bersifat sangat mendesak agar terdapat kejelasan status bagi setiap pihak yang berkepentingan, baik itu penduduk biasa maupun instansi yang berwenang. Hasil kajian ini harus dapat diinformasikan kepada masyarakat luas sehingga dapat dihindari dampak negatif yang mungkin timbul karena adanya spekulan.
Keempat, edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memelihara sungai serta badan air perlu terus dilakukan. Kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah ke sungai perlu dikenakan hukuman yang tegas karena dapat berakibat menimbulkan banjir di hilir.
“Menjaga dan mengatur kebiasaan di sumbernya, jauh lebih murah dan lebih mudah ketimbang mengatur dan memecahkan masalahnya di hilir,” papar Syahrial.
Kelima, untuk jangka lebih panjang Master Plan Jakarta perlu ditinjau ulang untuk melihat kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan yang sudah sangat luar biasa. Termasuk kesesuaiannya dengan cara penanganan banjir yang semakin kompleks dimasa depan.
“Jika kelima langkah dapat dijalankan, kami optimistis Jakarta akan terbebas dari banjir. Demikian pula daerah-daerah lain di sekitar Jakarta. Artinya, tidak perlu lagi ada kerugian besar dialami seperti yang terjadi belakangan ini,” ujar Syahrial.