Beberapa waktu belakangan, marak berita palsu atau hoax. Merespon hal itu, pemerintah bersama masyakarat mengambil langkah-langkah untuk mencegah beredarnya kabar hoax yang memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
Menanggapi langkah-langkah penanganan fenomena hoax di media sosial, pendiri Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo mencatat tiga permasalahan penanganan fenomena hoax melalui sosial media (sosmed) di Indonesia.
Pertama, fokus tindakan terkesan hanya kepada pihak yang membuat Hoax. Dikatakan Agus, jika kita merujuk pada kasus Eropa, fokus penanganan terutama adalah pada perusahaan penyedia layanan sosmed yang menyebarkan Hoax. Perusahaan ini didenda 7 milyar jika tidak berhasil mengendalikan Hoax dalam 24 jam.
Selain itu, tambah Agus, perusahan ini juga harus mendirikan "kantor pelayanan hoax 24 jam" yang melayani pengaduan masyarakat.
Baca Juga: Kominfo Surati Twitter dan Facebook, Ajak Bertemu Bahas Hoax
"Jadi harus dibedakan tanggung jawab pemilik akun media sosial dan perusahaan media sosial, seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan seterusnya," kata Agus di Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Kedua, fokus penanganan adalah bagaimana memblokir websitenya, tindakan polisional kepada para pelaku. Ini memang penting, tapi kalau belajar dari negara lain, pendidikan literasi new media jauh lebih menyelesaikan masalah.
Ditegaskan Agus, masyarakat harus dididik bagaimana menghindari Hoax, menghadapi Hoax dengan rileks dan tidak mudah terpancing.
"Pendidikan literasi media ini tugas pemerintah, karena pemerintah yang mengizinkan Facebook, Twitter beroperasi di Indonesia," ujar Agus.
Permasalahan ketiga, jika ada satu dua tulisan di website yang Hoax, apa seluruh websitenya harus diblokir? Agus pun mempertanyakan apa batas-batas Hoax, apa bedanya dengan kritik?
Menurutnya, jika tidak hati-hati, ini akan menimbulkan serangan balik ke pemerintah karena dianggap serampangan dan tidak sensitif terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi.