Suara.com - Mayoritas negara di dunia meyakini, jika ingin perekonomiannya tumbuh pesat dan rakyatnya sejahtera harus mengikuti pola perekonomian Barat yang kapitalistik.
"Resep" perekonomian ala Barat tersebut misalnya swastanisasi beragam sektor perekonomian, skema anggaran defisit untuk mengundang investor asing serta mendapatkan utang luar negeri.
Namun, Republik Demokrasi Rakyat Korea—nama resmi Korea Utara (Korut)—justru membuktikan "resep" perekonomian ala Barat tersebut bukan satu-satunya jalan untuk memajukan perekonomian.
Baca Juga: Cueki Trump, Istri PM Jepang Pura-pura Tak Bisa Bahasa Inggris
Ketika Korut mendapat bermacam-macam sanksi ekonomi dan politik dari Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pertumbuhan perekonomian mereka justru pesat.
Bahkan, seperti yang diberitakan Agence France-Presse, Jumat (21/7/2017), Bank Sentral Korea Selatan (The Bank of Korea; BOK) melansir data laju kecepatan pertumbuhan ekonomi Korut tahun 2016 terbilang pesat dalam kurun waktu 17 tahun terakhir.
BOK setiap tahun merilis data pertumbuhan perekonomian Korut berdasarkan data kompilasi swasta, karena Korut sendiri tak pernah merilis data tersebut.
"Produk domestik bruto (PDB; gross domestic product) Korut tahun 2016 tumbuh 3,9 persen. Pertumbuhan itu tercepat sejak 1999 yang kala itu mencapai 6,1 persen," demikian pernyataan BOK.
Dalam ukuran uang Dolar, PDB Korut pada tahun 2016 mencapai USD28,50 miliar. Korut juga ternyata giat melakukan ekspansi ekonomi berdasarkan semakin meningkatkan produk pertambahan dan energi.
Baca Juga: Dunia Bawah Laut Temuan Tim Pencari MH370, Ini Foto dan Videonya
Persentase ekspor barang dagangan Korut—terutama ke Tiongkok—juga maju pesat. Tahun lalu, persentase ekspor produk dagang mereka ke Tiongkok saja mencapai 4,6 persen.