Suara.com - Mantan narapidana kasus terorisme Agus Dwikarna mengatakan cara dan tujuan teroris sekarang berbeda dengan dulu.
"Ghirah (hasrat) dan tujuan 'jihad' pada zaman kami berbeda dengan sekarang. Dulu kami berangkat ke Afghanistan dan Ambon murni ingin membela sesama muslim yang tertindas," kata dia di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (14/7/2017).
Selain itu, kata pria yang pernah dipenjara 11 tahun di Filipina atas tuduhan membawa bahan peledak di Bandara Ninoy Aquino, Manila, dan terlibat terorisme pada 2002, itu, pada eranya tidak pernah terjadi penyerangan terhadap aparat secara membabi buta seperti sekarang ini.
Dia bersama para mantan narapidana terorisme siap mendukung penuh upaya pencegahan radikalisme-terorisme oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
"Karena kami pernah berada di sana sehingga banyak tahu seluk beluk sel-sel terorisme di Indonesia," ujar dia.
Terkait program deradikalisasi atau pembinaan yang dilakukan BNPT selama ini, Agus menilai program itu sangat bagus dan harus terus ditingkatkan. Hanya, kata dia, perlu sosialisasi lebih banyak lagi agar semua bisa memahami maksud dan tujuan program.
Hal senada dikemukakan Iqbal Husaini alias Romli alias Rambo. Menurut dia, penolakan program deradikalisasi karena program itu masih belum membumi.
"Di kalangan masyarakat umum masih banyak yang tidak paham dengan program itu, bahkan ada yang antipati, apalagi kelompok radikal," kata pria yang pernah mendekam di penjara selama empat tahun karena terlibat pengiriman senjata dalam konflik Ambon.
Menurut dia BNPT perlu melakukan kampanye secara masif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan program deradikalisasi itu. Dalam hal ini, BNPT tidak bisa sendiri dan harus melibatkan tokoh agama dan juga mantan narapidana terorisme.
"Karena sangat sulit 'mendekati' kawan-kawan yang masih memiliki pemikiran keras. Terlebih pola gerakan kelompok radikal sekarang tidak hanya di ranah offline, tapi telah menyasar dunia online (dunia maya)," kata Rambo.