Suara.com - Kementerian Perhubungan akhirnya memutuskan membuat aturan tentang tarif batas atas dan tarif batas bawah angkutan taksi online yang dituangkan dalam Peraturan Menteri (PM) 26 Tahun 2017.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan, penentuan tarif untuk taksi online sejatinya telah berproses sejak tahun lalu. Hal tersebut dilakukan agar tidak adanya perang tarif antara taksi online dengan taksi konvensional.
"Kita tahu bahwa taksi yang sudah beroperasi sebelumnya sudah beri pelayanan baik, menyangkut jumlah driver yang dapat penghidupan banyak. Sisi lain ada satu operator baru dengan cara baru dan kita sebut online. Kini adalah suatu keniscayaan yang harus diakomodasi menjadi bagian sistem yang terkoordinasi," kata Budi dalam konferensi persnya di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2017).
Budi mengatakan, dengan adanya penetapan tarif atas dan bawah, akan lebih menguntungkan baik untuk penumpang maupun sopir. Pasalnya, jasa layanan tidak bisa lagi menerapkan tarif di saat-saat tertentu seperti pada jam sibuk, namun begitu sopir tetap memiliki patokan tarif sehingga haknya tetap terlindungi.
Baca Juga: Supir Taksi Online Ini Diajak Mesum Perempuan Mabuk dan Gay
"Kita ingin sopir mendapatkan suatu harga dan nilai yang wajar untuk dibawa pulang, karena kalau batas bahwanya sampai rendah sekali pasti yang dikorbankan sopir. Mereka hanya mengandalakan persentase batas bawah saja. Sedangkan yang kedua karena ada motif monopoli kita ingin buat kesimbangan, sehingga kelenggengan operasional tetap terjaga, dan kita tetap bisa menjaga kompetisi dengan sehat," ujarnya.
Budi berharap, dengan adanya aturan ini, tidak ada lagi perang tarif atau monopoli terkait patokan tarif taksi online ini. Budi juga meminta kepada para pengguna jasa untuk bersikap dewasa dengan adanya kebijakan ini.
"Untuk pengguna juga harus dewasa, jangan menikmati pertarungan 3 operator (Grab, Uber, Go-Jek) bersaing harga murah. Jangan sampai yang hidup hanya satu. Kalaupun harga tinggi kita kontrol," kata Budi.