Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang mengatur sekolah delapan jam sehari alias "full day school" berpotensi meningkatkan "bullying". Sebab, menurut Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh, berdasarkan data KPAI, salah satu tempat yang paling banyak terjadinya kekerasan terhadap anak adalah lingkungan sekolah.
"Dari sisi ranking dari 9 cluster dalam mekanisme pendataan KPAI, kekerasan anak di sekolah itu menduduki posisi ketiga, setelah kasus anak berhadapan dengan hukum dan kasus pengasuhan baru di bidang pendidikan," katanya dalam diskusi bertajuk "Ribut-Ribut Full Day School" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6/2017).
Karena itu pihaknya mengusulkan adanya UU perlindungan anak dan peningkatan hukuman bagi para pelaku tindak kekerasan di Tahun 2014. Menurutnya, hal itu cukup efektif untuk menurunkan angka tindak kekerasan. Namun, di satu sisi malah semakin meningkatkan tindakan "bullying".
"Artinya apa? problem utama di satuan pendidikan yang terkait dengan pembangunan karakter adalah "awareness" guru dan rendahnya lingkungan satuan pendidik yang ramah untuk anak," jelasnya.
Menurutnya, sistem pendidikan anak di sekolah harusnya memposisikan anak sebagai subjek. Dimana semua hal harus bermuara untuk kepentingan anak.
"Seluruh instrumen itu harusnya tersedia untuk kepentingan kompabilitas dan peningkatan harkat dan martabat anak sesuai dengan potensinya," kata dia.
Oleh karena itu, dia mendesak agar Peraturan Menteri tersebut segera dikaji ulang. Bahkan, pihaknya akan melakukan "judicial review" tentang aturan itu bila imbauannya tak diindahkan.