Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menduga dua pelaku bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5/2017), malam, menyimpan bahan peledak di dalam tas ransel. Bom bunuh diri diledakkan di dekat anggota polisi yang sedang berada di sana.
"Diperkirakan (pelaku membawa bom) di dalam ransel," kata Kepala Bagian Mitra Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Awo Setiyono di gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Kamis (25/5/2017)
Tapi, Awi belum bisa mengategorikan daya ledak bom bunuh diri tersebut. Apakah tergolong berdaya ledak tinggi atau rendah, nanti dipastikan dari hasil pemeriksaan tim Pusat Laboratorium Forensik Polri.
"Kalau ditanya low atau high, labfor yg bisa menyatakan itu. Karena identifikasinya dari serbuk serbuk residu itu yang akan diperiksa," kata dia.
Awi mengatakan pola serangan bom bunuh diri Kampung Melayu mirip dengan serangkaian teror kelompok teroris yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah.
Namun, dia masih belum bisa memastikan mengenai nama kelompok asal pelaku bom bunuh diri.
"Ada kemungkinan mengarahnya ke ISIS. Untuk kelompok apa nanti kami sampaikan," kata dia.
Teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu yang mengakibatkan tiga anggota polisi meninggal dan dua orang yang diduga pelaku juga tewas, diperkirakan ada korelasi dengan dampak darurat militer yang diterapkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Pulau Mindanao.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin kebijakan Presiden Filipina terkait pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao akibat baku tembak antara tentara dan kelompok ISIS di Kota Marawi pada Selasa (23/5/2017) malam telah menyebabkan ruang gerak kelompok ISIS menjadi terbatas. Akibatnya, kelompok pendukung ISIS di Indonesia menunjukkan eksistensinya, mengumumkan kepada dunia internasional bahwa ISIS ada juga di Indonesia.
"Pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao oleh Presiden Duterte harus dicermati pemerintah Indonesia. Karena, kebijakan itu membuat ruang gerak pasukan ISIS semakin terbatas. Khawatirnya, mereka akan masuk ke Indonesia, mengingat Filipina berbatasan langsung dengan Indonesia," ujar Hasanuddin melalui pernyataan tertulis yang diterima Suara.com.
"Diperkirakan (pelaku membawa bom) di dalam ransel," kata Kepala Bagian Mitra Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Awo Setiyono di gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Kamis (25/5/2017)
Tapi, Awi belum bisa mengategorikan daya ledak bom bunuh diri tersebut. Apakah tergolong berdaya ledak tinggi atau rendah, nanti dipastikan dari hasil pemeriksaan tim Pusat Laboratorium Forensik Polri.
"Kalau ditanya low atau high, labfor yg bisa menyatakan itu. Karena identifikasinya dari serbuk serbuk residu itu yang akan diperiksa," kata dia.
Awi mengatakan pola serangan bom bunuh diri Kampung Melayu mirip dengan serangkaian teror kelompok teroris yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah.
Namun, dia masih belum bisa memastikan mengenai nama kelompok asal pelaku bom bunuh diri.
"Ada kemungkinan mengarahnya ke ISIS. Untuk kelompok apa nanti kami sampaikan," kata dia.
Teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu yang mengakibatkan tiga anggota polisi meninggal dan dua orang yang diduga pelaku juga tewas, diperkirakan ada korelasi dengan dampak darurat militer yang diterapkan Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Pulau Mindanao.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin kebijakan Presiden Filipina terkait pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao akibat baku tembak antara tentara dan kelompok ISIS di Kota Marawi pada Selasa (23/5/2017) malam telah menyebabkan ruang gerak kelompok ISIS menjadi terbatas. Akibatnya, kelompok pendukung ISIS di Indonesia menunjukkan eksistensinya, mengumumkan kepada dunia internasional bahwa ISIS ada juga di Indonesia.
"Pemberlakuan darurat militer di Pulau Mindanao oleh Presiden Duterte harus dicermati pemerintah Indonesia. Karena, kebijakan itu membuat ruang gerak pasukan ISIS semakin terbatas. Khawatirnya, mereka akan masuk ke Indonesia, mengingat Filipina berbatasan langsung dengan Indonesia," ujar Hasanuddin melalui pernyataan tertulis yang diterima Suara.com.
Selain itu, kata Hasanuddin, kelompok militan ISIS di Filipina memiliki korelasi yang kuat dengan kelompok militan di Indonesia sehingga akan sangat mudah mendapatkan akses untuk masuk ke negara ini.
"Indikasi adanya korelasi kelompok ISIS di Filipina dengan kelompok militan di Indonesia bisa dilihat dari adanya tiga WNI terafiliasi ISIS yang tewas dalam bentrokan bersenjata melawan militer Filipina di Pulau Mindanao pada April 2017 silam," kata Hasanuddin.
Untuk itu, Hasanuddin mengimbau pemerintah untuk menjalankan empat langkah dalam mengantisipasi aksi teror yang dilakuan kelompok ISIS. Pertama, imigrasi harus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk wilayah Indonesia, dan juga warga negara Indonesia yang kembali ke Tanah Air.
"Pihak imigrasi harus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk Indonesia, dan WNI yang kembali ke Tanah Air," ujar Hasanuddin yang juga mantan Sekretaris Militer ini.
Kedua, aparat intelijen harus aktif bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan wilayah, terutama lokasi yang patut dicurigai sebagai tempat persembunyian dan latihan perang para combatan ISIS.
"Apabila ada indikasi-indikasi yang kuat, segera kordinasi dengan aparat keamanan untuk segera dilakukan tindakan," tutur Hasanuddin.
Kemudian, yang ketiga, aparat keamanan harus aktif melakukan razia bahan-bahan kimia yang berpotensi bisa dijadikan bom.
"Lakukan sweeping bahan-bahan kimia yang berpotensi bisa dijadikan peledak," kata Hasanuddin.
Keempat, Presiden Joko Widodo harus segera mengintruksikan semua unsur intelijen untuk melakukan operasi intelijen khusus untuk mengejar dan menangkap aktor-aktornya.
"Presiden harus memberikan intruksi untuk melakukan operasi intelijen khusus," kata Hasanuddin.
Teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu selain menewaskan tiga polisi meninggal dan dua terdug apelaku, juga melukai sebelas orang. Insiden berdarah itu terjadi sehari setelah Presiden Filipina menyatakan darurat militer di Pulau Mindanao.