Suara.com - Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan daerah perbatasan di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terkendala akibat minimnya dokter spesialis.
Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Timor Leste ini hanya memiliki empat dokter spesialis yang berpusat di Rumah Sakit Penyangga Perbatasan (RSPP) Betun, antara lain dokter spesialis penyakit dalam, bedah, anak, dan spesialis saraf. Kondisi itu sangat tidak memadai bila dibandingkan dengan jumlah penduduk setempat yang mencapai 189.046 jiwa.
Dokter spesialis kandungan, anestesi dan radiologi yang kebutuhannya sangat darurat juga belum dapat dipenuhi, karena minimnya dokter spesialis tersebut yang mau ditempatkan di kawasan garda terdepan Indonesia ini.
"Kami di perbatasan terkendala pada sumber daya manusia terutama dokter spesialis. Punya empat dokter spesialis saja kami sangat bersyukur," ujar Direktur RS Betun, Paskalia Frida Fahik di sela-sela kunjungan ke RSPP Betun, Jumat (5/5/2017).
Ia menambahkan sebenarnya pihaknya sudah meminta Kementerian Kesehatan untuk menempatkan dokter spesialis anestesi dan spesialis kandungan (obgyn) di Rumah Sakit Penyangga Perbatasan Betun. Namun hingga kini 'pesanan' dokter spesialis ini belum juga tiba.
"Ogbyn belum ada. Kami meminta bantuan pada Kemenkes, agak lama, belum dapat," tambah Frida.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Malaka, Nusa Tenggara Timur, dr Stefanus Bria Seran, MPH, mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya telah mengalokasikan sejumlah anggaran demi menarik minat dokter spesialis untuk bertugas di daerahnya.
"Kami tawarkan gaji dan insentif yang memadai untuk dokter spesialis yang mau bertugas di Malaka. Mereka juga kami tawarkan kendaraan dan rumah dinas, uang cuti dan tiket pesawat saat cuti," sambung Bupati Malaka, Stefanus.
Ia mengakui bahwa persoalan sumber daya manusia menjadi kendala di daerah perbatasan, terutama untuk ketersediaan dokter spesialis. Menurut Stefanus, ada tiga alasan mengapa dokter spesialis enggan bertugas di daerah perbatasan meski diiming-imingi insentif yang sangat besar.
"Di malaka ada tiga persoalan besar, pertama kandidat yang akan dikirim terbatas, kedua untuk diterima pendidikan dokter spesialis susahnya minta ampun dari 80 yang kita kirim hanya 10 yang lolos seleksi, ketiga membuat mereka betah itu sangat sulit," ujarnya lagi.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menyatakan pihaknya akan segera menempatkan satu dokter anestesi dan spesialis kandungan ke RS Betun melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
"Sesuai dengan pemetaan yang kita lakukan, Malaka memang salah satu daerah prioritas. Kalau ada kerja sama dengan perguruan tinggi, juga bisa dilakukan agar lulusannya bisa dikirim ke Malaka," pungkasnya.