Aksi demonstrasi kerap identik dengan pengumpulan massa dan orasi penolakan kebijakan untuk menarik perhatian warga lainnya. Namun, hal itu tampaknya tidak dipilih aktivis di Libanon.
Aktivis yang menolak pengesahan undang-undang pemerkosaan di negara tersebut, memilih melakukannya dengan cara yang cukup unik. Demonstrasi tersebut dilakukan dengan menggantung puluhan gaun pengantin di pinggiran laut yang berada di Kota Beirut.
Dilansir dari Al Arabiya, sekitar 30 gaun pengantin tersebut digantung di antara pohon palem yang berada di sekitar lokasi untuk menarik perhatian warga yang melintasi daerah tersebut.
Inisiasi instalasi dalam memprotes kebijakan pemerintah Libanon tersebut dilakukan seniman Libanon, Mireille Honein. Ia melakukannya sebagai bentuk dukungan melawan pemberlakuan undang-undang yang merugikan kaum perempuan di negara tersebut.
Dalam undang-undang pemerkosaan yang berlaku di Libanon disebutkan seorang pemerkosa bisa dibebaskan dari hukuman dengan syarat mau menikahi korbannya.
Bagi aktifis demokrasi dan Honein, pemberlakuan undang-undang tersebut jelas merugikan perempuan. "(Undang-undang) itu sungguh memalukan karena memaksa, serta membuat perempuan kehilangan harga dirinya," katanya kepada kantor berita AFP beberapa waktu lalu.
Bahkan menteri urusan perempuan, Jean Oghassabian menyatakan undang-undang tersebut tidak layak untuk diberlakukan di Libanon. "Undang-undang (pemerkosaan) ini berasal dari zaman batu," katanya seperti dikutip BBC.
Penolakan serupa juga disampaikan aktifis LSM Abad yang mempertanyakan produk legislasi tersebut terhadap keseharian kaum perempuan. Awada mengemukakan pemberlakuan undang-undang tersebut bisa meningkatkan angka perkosaan di negara tersebut.
"Ada 31 hari dalam setiap bulannya. Setiap hari, perempuan bisa saja diperkosa dan dipaksa untuk menikahi sang pemerkosa," katanya kepada BBC.
Tahun lalu selama Februari, parlemen di Libanon menyetujui aturan yang kontroversial dan merugikan kaum perempuan negara tersebut.