Suara.com - Angkatan perang Amerika Serikat menggempur basis tentara pemerintah Suriah secara mendadak, Kamis (6/4/2017) malam waktu setempat.
Sebanyak 60 rudal Tomahawk diluncurkan dari kapal perang negeri Paman Sam yang ada di perairan Laut Tengah.
Puluhan rudal mematikan tersebut, seperti dilansir AFP, ditujukan ke satu pangkalan udara milik tentara Suriah.
Ini adalah kali pertama serangan militer AS yang ditujukan kepada pemerintah Suriah, dan menjadi keputusan perang pertama Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Lelaki Jepang Temukan Uang Tunai Rp5,1 Miliar di Tumpukan Sampah
Pejabat pemerintahan AS di Washington DC mengungkapkan, 60 rudal itu ditembakkan sebagai aksi balasan atas serangan gas beracun ke warga sipil di Idlib.
Trump dan militer sekutu yang dipimpin AS secara sepihak menuding serangan memakai senjata kimia itu didalangi pemerintah Suriah.
Sementara berdasarkan analisis faktual militer Suriah dan Rusia yang menjadi sekutu Presiden Bashar Al Assad, senjata kimia itu bukan dijatuhkan oleh pesawat-pesawat tempur pemerintah.
“Senjata kimia berupa gas itu berada di sebuah gudang milik kubu pemberontak Suriah. Ketika pesawat tempur Suriah membombardir basis para pemberontak, senjata kimia di gudang itu ikut meledak. Jadi, yang harus bertanggungjawab adalah pemberontak,” terang pejabat militer Rusia, seperti dikutip Al Jazeera.
Serangan militer AS atas tuduhan sebuah negara memunyai dan menggunakan senjata kimia bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, tahun 2003, militer AS secara sepihak menuduh Irak yang ketika itu dipimpin Presiden Saddam Husein memunyai dan menggunakan senjata kimia.
Baca Juga: Polisi Temukan Wanita Nyaris Tak Berbusana Mengaku Putri Duyung
Berdasarkan klaim tersebut, AS melancarkan perang agresi di Irak. Kekinian, klaim Irak dan Saddam Husein memunyai senjata kimia tidak juga bisa dibuktikan.