Polisi: Buku Jokowi Undercover Tak Didukung Data Primer-Sekunder

Selasa, 03 Januari 2017 | 13:49 WIB
Polisi: Buku Jokowi Undercover Tak Didukung Data Primer-Sekunder
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol. Boy Rafli usai menemui 5 saksi kunci di RS Pulomas, Jakarta, Sabtu (31/12/2016). [Suara.com/Adie Prasetyo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bareskrim Polri mendalami konten buku berjudul Jokowi Undercover yang ditulis Bambang Tri Mulyono. Bambang telah ditangkap penyidik di Blora, Jawa Tengah, pada Jumat (30/12/2016) dan kini ditahan di Mabes Polri.

"Penyelidikan konten buku Jokowi Undercover, di mana buku ini ditulis oleh saudara Bambang Tri Mulyono yang saat ini sudah dilakukan penahanan. Dari hasil informasi yang berkembang, di mana penyelidik cyber kita melakukan upaya pendalaman materi yang menyebar luas di sosial media. Ini proses awal dalam proses penanganan secara hukum terhadap buku tersebut," ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2017).

Kasus ini mengemuka setelah Bambang dilaporkan Michael Bimo kepada polisi atas dugaan fitnah.

"Di mana di dalam penelusuran mulai awal bulan Desember (satu bulan penyelidikan) terhadap konten yang ada di akun Facebook atas nama Bambang Tri. Di mana diketahui sejak 2014, saudara Bambang Tri ini sudah menulis buku-buku dan pada September menulis Jokowi Undercover melacak jejak sang pemalsu jati diri prolog revolusi kembali ke UUD 1945 naskah asli," katanya.

Boy mengatakan penyidik juga melibatkan ahli, seperti ahli ITE, bahasa, sosiolog hingga sejarah untuk menangani kasus.

"Dalam proses pengumpulan alat bukti terlebih dahulu sudah dilakukan pemeriksaan ahli apakah itu ahli pidana, ahli ITE, kemudian bahasa, demikian juga sosiolog dan berkaitan dengan ahli sejarah. Karena dalam buku ini banyak menyampaikan berbagai informasi di masa lalu, dalam hal ini maka tentu salah satu alat bukti keterangan ahli yang diperlukan antara lain saksi sejarah itu," kata Boy.

Analisis terhadap konten buku disimpulkan penulisan buku tersebut tidak didukung data primer dan sekunder yang dapat dipertanggungjawabkan. Dugaan konten buku tersebut melanggar hukum semakin kuat dari hasil proses analisis konten dan adanya keterangan ahli.

"Tersangka diduga melakukan upaya menebar kebencian, tersangka juga dalam hal ini juga memberikan semacam statement yang menyatakan bahwa Jokowi-JK pemimpin yang muncul karena keberhasilan media massa dan melalui kebohongan kepada rakyat Indonesia," tutur Boy.

"Ini adalah kata-kata yang mengandung ujaran kebencian dan didalami secara hukum oleh kepolisian. Pada halaman 140, BTM (Bambang Tri Mulyono) menuliskan di sini Boyolali adalah basis PKI basis terkuat se Indonesia, padahal dalam hal ini PKI sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang sejak 1966 dan waktu itu sudah dibubarkan," kata dia.

Boy menilai penerbitan buku tersebut menimbulkan kondisi yang mencemaskan yang dapat membuat publik timbul antipati kepada kelompok-kelompok tertentu dan orang-orang tertentu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI