Suara.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menghormati demonstrasi yang akan diselenggarakan pada 2 Desember, namun mereka diingatkan jangan mengganggu ketertiban umum. Demonstrasi digagas oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI yang di dalamnya ada Front Pembela Islam mengangkat isu mendesak aparat penegak hukum menahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Menyikapi tanggal 2 Desember ada sejumlah elemen yang sudah menyampaikan press release untuk melaksanakan kegiatan yang mereka sebut aksi bela Islam ketiga dan itu dalam bentuk gelar sajadah salat Jumat di Jalan Thamrin dan Sudirman sampai Bundaran HI. Dalam undang-undang itu yang tidak boleh, yang pertama tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain, termasuk pengguna jalan-jalan protokol itu," kata Tito di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2016)
Tito mengatakan aksi penutupan jalan utama tersebut akan berimbas pada roda perekonomian masyarakat.
"Yang mau bekerja bisa terganggu supir taksi, angkutan umum bisa terganggu. Di samping itu juga dapat memacetkan jalan Jakarta karena itu jalan protokol hari Jumat lagi itu mengganggu ketertiban publik dalam. Oleh karena itu maka kami tentu akan melarang kegiatan itu," kata dia.
Demi kepentingan umum, kata Tito, jika massa tetap melakukan aksi menutup Jalan Sudirman sampai Thamrin, terpaksa akan dibubarkan. Jalan Sudirman dan Thamrin merupakan jalur ekonomi paling padat di Ibu Kota.
"Kalau dilaksanakan akan kita bubarkan kalau melawan dibubarkan maka dilakukan tindakan ada ancaman hukuman dari Pasal 2 212 KUHP sampai 200 18 KUHP yaitu melawan petugas kalau melawan satu orang 12 KUHP melawan lebih dari dua orang. Ancaman yang berat itu diatas lima tahun kalau sampai ada korban luka dari petugas," kata dia.
Kapolda mengimbau jika ingin melaksanakan salat sebaiknya di masjid-masjid agar aman dan khusyuk.
"Kalau mau demo, kalau mau solat Jumat di Istiqlal, lapangan banteng, monggo," katanya.
Tito mengingatkan demonstrasi dengan menutup jalur publik merupakan pelanggaran hukum.
"Tapi kalau menutup jalan raya yang banyak pengguna jalannya, protokol, memacetkan Jakarta itu tidak bisa. Itu jelas Undang-undangnya pasti dilarang," kata Tito.