Suara.com - Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos, memenangkan anugerah Nobel Perdamaian pada Jumat (7/10/2016). Dia dinilai layak menerima penghargaan bergensi itu karena berupaya menyelesaikan perang saudara selama 50 tahun dengan kelompok pemeberontak berhaluan komunis, FARC.
Penghargaan itu sendiri diumumkan justru ketika kesepakatan damai yang telah diteken Santos dan pemimpin FARC, Rodrigo Londono alias Timoleon "Timochenko" Jimenez, ditolak oleh mayoritas rakyat Kolombia dalam sebuah referendum yang digelar pada awal pekan ini.
"Komite Nobel Norwegia telah memutuskan untuk menganugerahkan Nobel Perdamaian 2016 kepada Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos atas upayanya untuk menghentikan perang selama lebih dari 50 tahun di negeri itu," kata Kaci Kullman Five, ketua komite tersebut.
"Anugerah ini harus dilihat sebagai penghormatan terhadap masyarakat Kolombia. Mereka tak mengatakan 'tidak' terhadap perdamaian, tetapi terhadap perjanjiannya," jelas Five mengacu pada hasil referendum yang hasilnya menunjukkan 50,2 persen warga memilih menolak perjanjian damai.
"Fakta bahwa mayoritas pemilih mengatakan 'tidak' pada perjanjian damai, tak berarti proses damai sudah berhenti. Ini justru menekankan kepada kedua kelompok, yang dipimpin oleh Presiden Santos dan pemimpin gerilya Rodrigo Londono, betapa pentingnya menghormati gencatan senjata," tutup Five.
Santos akan menerima medali Nobel Perdamaian di Stockholm, Swedia pada 8 Desember mendatang. Dia akan menerima hadiah sebesar 8 juta kronor Swedia atau sekitar Rp12 miliar. (AFP/Reuters)