Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu, Siti Inshiroh, Jumat (26/8/2016). Siti diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mantan Wakil Direktur Keuangan RS M Yunus, Edi Santron terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus Bengkulu tahun anggaran 2011.
"Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ES," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha di gedung KPK, jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2016).
Untuk diketahui, sebelumnya Siti Inshiroh sudah dua kali diperiksa KPK. Dia adalah salah satu tim majelis hakim bersama dengan Ketua PN Kepahiang sekaligus hakim tipikor Janner Purba dan hakim ad hoc Tipikor Toton yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Janner dan Toton diketahui sering berpasangan dan sudah membebaskan 10 orang terdakwa perkara korupsi di PN Bengkulu selama periode 2015-2016. KPK pun telah menyita mobil Toyota Fortuner milik Janner Purba.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka yaitu Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang sekaligus hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) Janner Purba, hakim ad hoc PN kota Bengkulu Toton, panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy, mantan Kepala Bagian Keuangan rumah sakit Muhammad Yunus Syafri Syafii, mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS Muhammad Yunus Edi Santroni.
KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap lima orang tersebut pada Senin, 23 Mei lalu di beberapa lokasi di Kepahiang Bengkulu. Dalam OTT tersebut KPK menyita uang sebesar Rp150 juta yang diberikan oleh Syafri kepada Janner setelah sebelumnya Edi memberikan Rp500 juta kepada Janner pada 17 Mei 2016 sehingga total uang yang sudah diterima Janner sekitar Rp650 juta.
Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Inshiroh membebaskan Edi dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Muhammad Yunus.
Kasus ini berawal dari Surat Keputusan Gubernur Nomor Z. 17 XXXVIII Tahun 2011 Tentang Tim Pembina Manajemen RSMY mengenai honor tim pembina RSUD M Yunus termasuk honor gubernur Bengkulu saat itu Junaidi Hamsyah.
Padahal SK itu bertentangan dengan Permendagri No 61 Tahun 2007 terkait Dewan Pengawas yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina.