Suara.com - Cinta Lio dan Nela berakhir tragis di kawasan ‘surga’ terpencil di Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di sana ada sebuah danau bak lukisan alam maestro terbaik sedunia.
Lio dan Nela menatap air hujau kebiruan danau yang dikelilingi hutan tropis itu. Mereka memutuskan mencebutkan diri bersama. Hanyut lah mereka.
Mereka bunuh diri lantaran cintanya yang sudah sangat kuat dan bersemi lama tidak direstui kedua orangtua mereka. Sebab Lio dan Nela masih saudara sedarah.
Orang kampung tidak tahu mereka bunuh diri. Sampai akhirnya jasad mereka ditemukan mengambang terbujur kaku.
Danau tempat mereka bunuh diri diketahui banyak buaya, anehnya jazad mereka masih utuh. Warga sekitar pun kaget bukan main. Kisah tragis itu terjadi sekitar tahun 1972. Sejak itu, warga menjukui danau itu dengan nama Danau Asmara. Di ambil dari kisah ‘cinta mati’ Lio dan Nela.
Suara.com datang ke danau itu dan mendengar cerita unik di balik nama ‘Asmara’ dari Matias, sang juru kunci.
Danau yang berjarak 45 km dari Kota Larantuka ini sebenarnya memiliki nama asli Danau Weibelen ini mitos lain. Masyarakat sekitar melarang wisatawan menyebut nama “buaya”. Sebaliknya, pengunjung diwajibkan memanggil buaya dengan sebutan nenek.
Masyarakat percaya, siapapun yang menyebut kata “buaya” akan kena nasib buruk. ‘Penunggu’ danau itu dipercaya berwujud buaya.
“Agar penghuni di sini tidak penasaran karena ada yang datang, istilahnya ada penumpang baru lah.” cerita Matias.