Inilah Sosok Mbah Kari, Tokoh Penari Topeng Gunungsari

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 23 Februari 2017 | 07:23 WIB
Inilah Sosok Mbah Kari, Tokoh Penari Topeng Gunungsari
Salah satu tokoh penari topeng Gunungsari, Mbah Kari (tengah) berusia 85 tahun. [Dok Kampung Budaya Polowijan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Dalam kunjungannya ke Gunungsari, Malang, Jawa Timur, pengurus Kampung Budaya Polowijen menyempatkan diri berdialog dengan salah satu tokoh penari topeng Gunungsari, Mbah Kari (85 tahun).

Mbah Kari yang masih kuat ingatannya menceritakan, topeng Gunungsari merupakan tarian turun-menurun dan menjadi ciri khas yang terdapat pada pertunjukan wayang topeng di Jabung. Tari topeng Gunungsari, sambung dia, menceritakan tokoh ksatria dalam wayang topeng, yaitu Raden Gunungsari.

Sembari mempraktekkan tari topeng, Mbah Kari bilang beberapa gerakan seperti, gerakan merak ngombe, merak geber, merak ngigel sangat berat dan dibutuhkan kekuatan penuh.

"Waktu itu kami menari sampai ke beberapa kota, antara lain Jogja, Jakarta, Kediri, Madura, dan kota-kota lainnya," ujar Mbah Kari saat berdialog dengan pengurus Kampung Budaya Polowijen di Malang, Rabu (22/2/2017).

Baca Juga: Menelusuri Jejak Tari Topeng di Gunungsari Malang Sejak 1915

Setelah mengajari menari, Mbah Kari tampak mengeluarkan buku catatan, sambil sesekali memperagakan tari topeng Gunungsari. Menurutnya, ada beberapa unsur gerak tari topeng Gunungsari. Pertama, unsur gerak yang terdiri dari unsur gerak kepala, tangan, badan, dan kaki. Kedua, motif gerak statis dan motif gerak dinamis. Motif gerak statis terdiri dari sikap tanjak, bapangan, sembahan, sikap Gunungsari.

Sementara, motif gerak dinamis terdiri dari geberan, bukak slambu, lembehan, labas, ngrawit golengan, kencak, nggelap, pogukan lamba, pogukan rangkep, sowangan, kopyokan, pogukan ukel, wiletan, semarangan, sembahan, sowangan jengkeng, merak ngombe, merak geber, merak ngigel, gejegan, dan menjangan ranggah.

Juru bicara Kampung Budaya Polowijen, Ki Demang mengatakan, studi banding itu dimaksudkan untuk menambah khazanah tentang seni tradisi, tari, dan wayang topeng Malangan yang sangat beragam.

"Itu merupakan wayang topeng Malangan yang asli (indigeous) berasal dari kearifan lokal, yang diangkat dari cerita-cerita jaman dahulu yang tidak terkontaminasi budaya luar. Dan ini patut dipertahankan," ujar Ki Demang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI