Suara.com - Jika Anda pernah merasa frustasi dengan pasangan, tetapi tidak dapat melampiaskannya, cobalah membeli sesuatu untuk diri sendiri dari merek yang tak disukai pasangan.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa strategi ini ternyata digunakan secara konsisten oleh banyak orang, yang sering merasa terjajah dan lebih rendah pada kekuatan hubungan.
"Bayangkan, misalnya, Anda terbangun untuk bersiap-siap bekerja dan menemukan piring kotor di wastafel. Orang yang lebih memiliki kuasa dalam hubungan tentu akan meminta pasangan mereka untuk mencuci piring. Mereka yang selalu kalah dan rendah dalam kekuasaan, tentu akan mencuci piring tersebut karena khawatir ini merugikan hubungan," kata Danielle Brick, Asisten Profesor di University of New Hampshire dilansir dari laman business-standard.com.
Bila Anda menghadapi masalah ini lalu dengan sadar memilih barang yang tak disukai pasangan, tambah Brick, mungkin tanpa disadari Anda akan merasa lebih baik.
Para peneliti menemukan bahwa konsumen menggunakan pilihan merek sebagai bentuk perilaku mereka dalam menangani konflik dengan pasangan. Pola itu ditemukan di tiga percobaan yang berbeda.
Salah satu studi mengukur kekuatan hubungan peserta dan memperoleh jawaban tentang pilihan merek pasangan mereka dalam enam kategori, termasuk kopi, pasta gigi dan sepatu.
"Para peserta diberitahu bahwa mereka akan menyelesaikan tugas ketajaman visual hubungan melalui sebuah surat, tetapi dalam kenyataannya, mereka sadar saat melihat nama dan kata-kata dari pasangan mereka, ini malah membangkitkan rasa frustrasi, kesedihan atau emosi netral dari pasangan mereka," kata studi tersebut.
Akhirnya, para peserta diminta untuk memilih merek yang mereka sukai dalam enam kategori yang sama. Ditemukan bahwa pasangan yang memiliki kendali rendah dalam hubungan dan belum sembuh dari rasa frustrasi, lebih cenderung memilih merek yang tak disukai pasangan.
Tapi mereka yang juga memiliki kendali rendah dalam hubungan, tapi sudah merasa baik dengan perasaan sedih mereka, lebih suka memilih merek yang sama seperti yang pasangannya sukai.
"Orang-orang yang sedih cenderung lebih pasif karena mereka merenungkan apa yang sedang terjadi, sehingga mereka tidak merasa aktif beroposisi terhadap pasangannya," kata studi tersebut.