Menpar: Pariwisata Jadi Industri Masa Depan

Madinah Suara.Com
Selasa, 13 September 2016 | 17:02 WIB
Menpar: Pariwisata Jadi Industri Masa Depan
Menteri Pariwisata, Arief Yahya saat menghadiri peluncuran 'Geo Culture Trek' bersama alumni ITB angkatan'81 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2016). (Foto: Dok. Kemenpar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Futurolog, Alvin Toffler, pernah melahirkan best seller Future Shock, The Third Wave, dan Powershift. Karya laki-laki kelahiran Brooklyn, New York, Amerika Serikat ini banyak mengupas revolusi digital, revolusi komunikasi, dan singularitas teknologi. Buku-bukunya dinilai mumpuni.

“Saya sudah baca Gelombang Ketiga atau The Third Wave-nya Alvin Toffler, yang menyebut gelombang peradaban manusia dibagi tiga. Gelombang I, era agriculture, antara 800 SM sampai 1.500 M, era pertanian, perkebunan dan teknologi pertanian. Gelombang II, era manufaktur (1.500-1970), masyarakat industri, lahirnya pabrik-pabrik, lahirnya imperialisme dan kolonialisme. Gelombang III, era teknologi informasi (1970-2000), yang saat ini sudah berada di sini,” kata Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menpar menyebut, abad ke-21 dan ke depan merupakan era creative industry atau creative economy (ekonomi kreatif). Pariwisata berada di sini, masuk dalam kategori industri kreatif.

“Alvin Toffler sebenarnya sudah memprediksi, di akhir gelombang III ada era industri rekreasi (hospitality, recreation, entertainment). Ke depan, industri pariwisata, yang didukung oleh industri kreatif yang sudah memiliki commercial value akan menjadi primadona,” ujar laki-laki asli Banyuwangi ini.

Hal ini senada dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah melakukan kunjungan kerja (kunker) di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 dan ASEAN ke Cina dan Laos, beberapa waktu lalu.

Pada Jumat (9/9/2016), presiden mengumpulkan para menteri untuk membahas hasil kunkernya tersebut. Melalui link ini, Presiden Jokowi ingin Indonesia segera menemukan core economy atau core business negara, https://drive.google.com/file/d/0ByJGD3_-p-NwY2dLM3VOWTN4clE/view?usp=drivesdk.

Devisa Negara dari Minyak dan Gas Cenderung Turun

Berdasarkan lapangan usaha, devisa negara dari komoditas minyak dan gas bumi cenderung turun drastis. Pada 2013, menghasilkan US$ 32,6 miliar, pada 2014 turun menjadi US$ 30,3 M. Pada 2015, turun lagi secara drastis, yaitu US$ 18,9 miliar. Harga minyak dunia pun terjun bebas, dari US$ 100 per barel menjadi US$ 60, dan turun lagi US$ 50, dan terakhir US$ 36.

“Maka sudah bisa ditebak, penyebabnya adalah harga jual yang jatuh, dan target lifting-nya sulit dikejar,” ujar Arief.

Begitu pun komoditas batu bara atau coal. Pada 2013 masih di angka US$ 24,5 miliar, pada 2014 turun menjadi US$ 20,8 miliar, pada 2015, turun semakin drastis, tinggal US$ 16,3 miliar saja.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI