Studi: Jumlah Sperma Lelaki Terus Turun, Manusia Terancam Punah

Liberty Jemadu Suara.Com
Rabu, 26 Juli 2017 | 20:09 WIB
Studi: Jumlah Sperma Lelaki Terus Turun, Manusia Terancam Punah
Ilustrasi sel-sel sperma dan sel telur. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah penelitian terbaru menemukan fakta mengejutkan yang berkaitan dengan keberlangsungan spesies manusia: jumlah sperma lelaki dalam 40 tahun terakhir telah turun hingga separuhnya dan jika tren ini terus berlangsung, maka manusia akan punah!

Temuan ini merupakan hasil analisis terhadap 185 penelitian tentang sperma manusia di Amerika Utara, Eropa, Australia, dan Selandia Baru selama rentang waktu 1973-2011. Sekitar 43.000 lelaki terlibat dalam studi-studi tersebut.

Dari studi itu ditemukan bahwa konsentrasi sel-sel sperma pada lelaki di negara-negara Barat itu turun 1,4 persen per tahun selama 1973-2011. Totalnya, selama 40 tahun, konsentrasi sperma lelaki di wilayah-wilayah itu turun 52 persen.

"Hasil penelitian ini cukup mencengangkan," kata Hagai Levine, ilmuwan dari Hebrew University of Jerusalem, Israel, yang memimpin riset tersebut.

"Tampaknya kita memiliki sebuah masalah dan itu adalah masalah reproduksi secara umum. Masalah ini bisa mengarah kepada punahnya manusia," imbuh Levine yang penelitiannya diterbitkan dalam jurnal Human Reproduction Update baru-baru ini.

Dalam analisisnya, Levine dkk menemukan bahwa konsentrasi sperma turun dari 99 juta sel per mililiter pada 1973 menjadi hanya 47,1 juta sel per mililiter pada 2011.

Sebaliknya, dari riset yang sama, ditemukan bahwa tak ada penurunan jumlah sperma pada kelompok lelaki di Amerika Selatan, Asia, dan Afrika, meski para peneliti mengakui bahwa studi tentang jumlah sperma di kawasan-kawasan ini memang lebih sedikit.

Akan tetapi Levine menjelaskan bahwa ia dan timnya tak mengetahui apa penyebab menurunnya jumlah sperma pada lelaki di Barat. Ia menduga ada beberapa kemungkinan di balik tren itu, misalnya karena gaya hidup yang tidak sehat. (The Guardian/BBC)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI