Suara.com - Biopsi adalah salah satu tindakan medis, untuk memeriksa suatu tumor berbahaya (kanker) atau tidak. Namun, sayangnya tindakan ini sering menjadi 'kambing hitam' bagi banyak pasien kanker, karena mereka merasa biopsilah yang membuat kanker mereka, khususnya kanker payudara semakin parah.
Padahal, kata dokter bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Dr. Bob Andinata, SpB (K) Onk, ini sangatlah tidak benar. Tujuan biopsi sebenarnya adalah untuk menentukan pengobatan yang akan dipakai setelah sifat tumor diketahui.
Jika itu adalah tumor ganas, atau kanker, setelah biopsi, harus dilakukan pengobatan lanjutan secepat mungkin. Seperti kemoterapi.
"Nah biasanya, setelah dibiopsi, banyak pasien yang 'denial' dengan hasilnya. Yang harusnya kembali lagi dua minggu kemudian untuk pengobatan, malah nggak dateng. Cari alternatif lain, atau musyawarah dengan keluarga yang terlalu lama atau takut," jelas dia di sela acara Beban Kanker Payudara Terus Meningkat oleh Roche di Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Saat kanker payudaranya semakin parah karena tak langsung diobati, pasien, kata Dr. Bob baru kembali ke Rumah Sakit untuk menjalani pengobatan.
"Inilah yang membuat mereka malah menyalahkan biopsi. Mereka pikir biopsi lah yang membuat kanker semakin berkembang. Padahal mereka sudah telat membawanya ke rumah sakit. Bahkan setelah biopsi, ada yang baru kembali ke rumah sakit setahun kemudia. Ya, pasti sudah telat," tambahnya.
Padahal, kata dia, semakin awal dilakukan pemeriksaan dan pengobatan, harapan hidup pasien dengan kanker payudara akan semakin tinggi. Untuk stadium 0-1, angka harapan hidupnya bahkan bisa mencapai 100 persen.
Sedangkan untuk stadium 2, adalah 80-90 persen, sementara stadium 3 adalah 40-50 persen, dan stadium lanjut atau stadium 4 hanya 20 persen.
Jadi, Dr. Bob menekankan agar para perempuan, yang merasa memiliki benjolan tanpa rasa nyeri dan sakit, tak perlu takut untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau melakukan biopsi.