Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menilai, selama ini Indonesia hanya berfokus pada pengembangan sektor pendidikan formal. Hal ini terlihat dari alokasi anggaran untuk sektor pendidikan formal yang sangat besar. Namun, negara lupa untuk memberikan pelatihan kerja kepada masyarakatnya.
“Untuk menghasilkan tenaga kerja yang profesional bukan hanya pendidikan formal, melainkan pelatihan kerja juga harus dilakukan atau dimasifikasi. Selain pelatihan kerja juga harus ada sertifikasi hal ini untuk menciptakan tenaga kerja yang profesioanal,” kata Hanif dalam diskusi dengan tema SARA, Radikalisme dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017 di Graha CIMB Niaga, Jakarta Selatan, Senin (23/1/2017).
Hanif menuturkan Indonesia terlalu banyak menghabiskan dana untuk sektor pendidikan formal namun tidak mengalokasikan dana khusus untuk pelatihan kerja. Akibatnya, banyak pemuda-pemuda Indonesia, rentang usia 18 tahun keatas, hanya terjebak dalam satu jenis pekerjaan tertentu, atau lebih parah, yakni berstatus pengangguran.
Baca Juga: Menaker Akui Kualitas Pekerja Indonesia di Bawah Pekerja Cina
Berdasarkan data Kemenaker, 60 persen tenaga kerja Indonesia yang berusia 18 tahun ke atas hanyalah tamatan SD dan SMP.
"Republik ini ini terlalu banyak menghabiskan energi untuk pendidikan formal, tapi tidak selaras dengan yang dibutuhkan dunia kerja. Kita bicara politeknik, universitas, beasiswa dari negara, siapa yang bisa ambil itu?" tanya Hanif.
Melihat kondisi tersebut, pihaknya berharap akan ada lompatan besar bagi percepatan peningkatan tenaga kerja dan sertifikasi profesi, setelah Hanif akan melakukan banyak upaya, salah satunya menjalin kerjasama dengan Kadin Indonesia.
"Bapak Presiden bilang, negara dan bangsa yang memenangkan persaingan adalah bangsa yang unggul skillnya. Kalau kita bicara era kompetensi, kuncinya ada di skill. Pembuktiannya ada di sertifikasi profesi," tegasnya.