Ekonom ITB: Jangan Ada Kartel Cabai

Ririn Indriani Suara.Com
Rabu, 11 Januari 2017 | 07:11 WIB
Ekonom ITB: Jangan Ada Kartel Cabai
Ilustrasi cabai.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom Institut Teknologi Bandung (ITB) Anggoro Budi Nugroho merekomendasikan cara terbaik meredam lonjakan harga cabai adalah solusi temporer saja. Tidak perlu struktural seperti perombakan tata niaga.

Pemerintah bisa melakukan intervensi pasokan cabai untuk melindungi masyarakat konsumen dari kenaikan harga. Kementerian Perdagangan, kata dia, juga harus menjamin praktik perdagangan yang sehat.

"Harus pastikan tidak ada kartel yang mainkan. Kalau ada, polisi yang turun tangan," kata pengajar Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB ini dalam keterangan tertulisnya yang diterima suara.com, Rabu (11/1/2017).  

Dia menjelaskan pemicu melejitnya harga cabai terkait penawaran dan permintaan (supply-demand). Lonjakan bisa karena kelangkaan pasokan, bisa meningkatnya permintaan.

Dalam kasus kali ini lebih pada aspek di kelangkaan pasokan. "Goncangannya di suplai. Sudah ketahuan ada shock karena musim," jelas Anggoro.

Ada beberapa penyebab kelangkaan pasokan yakni hama, gagal panen misal karena El Nino/La Nina, mundurnya daur panen. Selain itu ketidaklancaran distribusi, bisa di tingkat petani, pengecer atau pedagang pengumpul besar.

Anggoro menambahkan biasanya kenaikan harga cabai seiring daur laju inflasi periodik, bisa di hari raya maupun November-Desember. Sebab cabai masih menyumbang Indeks Harga Perdagangan Besar (IPHB).

Adapun marjin industri cabai masih tergolong besar, diatas 25 persen. Ini lebih tinggi dari beras walau masih di bawah jagung pipilan.

"Jika marjin industri (MPP) cabai masih besar, tetapi harganya melambung naik, maka patut diduga penyebabnya meningkatnya permintaan sebagaimana siklus akhir tahun," jelasnya.

Anggoro menjelaskan, ada 9 fungsi kelembagaan perdagangan cabai merah di Indonesia. Yang terpanjang di Jawa Tengah, yang terpendek di Sulawesi Utara.

“Tidak heran kelangkaan pasokan akan paling sensitif terhadap harga di Pulau Jawa,” tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI