Suara.com - Suluh Pratitasari atau akrab disapa Tita sama sekali tidak pernah berpikir untuk membuka biro perjalanan. Ketika akhirnya Matatours berdiri pada 14 Februari 2012 lalu, Tita menyebut itu sebagai sebuah “kecelakaan.”
“Jadi Matatours itu bukan sesuatu yang disengaja, kayak semacam kecelakaan lah. Saya kan hobi travelling dan suka menulis. Salah satu buka saya Eurotrip sudah naik cetak tiga kali dan ternyata banyak pembaca yang ingin jalan bareng bersama saya ke Eropa,” kata Tita kepada Suara.com, akhir pekan lalu.
Eurotrip bercerita tentang perjalanan Tita ke sejumlah negara Eropa sebagai backpackers, istilah keren untuk wisatawan yang hanya membawa tas ransel. Eurotrip ternyata membuat banyak pembacanya berminat untuk menjadi backpackers.
Karena semakin banyak yang mendesak, Tita akhirnya mengatur perjalanan backpackers untuk 20 orang. Itulah awal dari perjalanan Matatours. Berbeda dengan biro perjalanan lainnya, Matatours sama sekali tidak membuat jadwal kepada wisatawan yang mendaftar untuk jalan-jalan ke Eropa.
“Jadi, biasanya kami berkumpul setiap pagi dan saya memberikan arahan bagaimana cara menuju lokasi yang mereka inginkan. Misalnya ada yang mau ke menara Eiffel, saya beritahu cara membeli tiket angkutan umum dan juga angkutan yang harus dinaiki. Jadi mereka bebas menentukan agendanya sendiri,” ujar perempuan berusia 42 tahun ini.
Tita mengatur semua kebutuhan para backpackers itu, mulai dari pemesanan hotel hingga pembuatan visa. Karyawan Matatours juga tidak banyak, hanya tiga orang karyawan tetap dan tiga orang karyawan lepas. Karyawan lepas ini biasanya dibayar berdasarkan proyek.
Minat calon wisatawan untuk melakukan backpackers ternyata cukup besar. Sepanjang tahun ini, Tita sudah lima kali berangkat ke Eropa. Bulan depan, dia kembali akan membawa rombongan jalan-jalan lagi ke Benua Biru itu.
“Biasanya saya memberi syarat minimal rombongan itu 8-15 orang. Kalau ada yang di bawah 8 orang tetap bisa tapi kena fee tambahan. Saya selalu mendampingi rombongan itu karena saya yang akan memberitahu secara rinci bagaimana mereka mencapai tujuan wisata yang mereka inginkan,” jelasnya.
Jalan-jalan secara backpackers tentu beda dengan jalan-jalan yang dirancang oleh biro perjalanan pada umumnya. Sebagai backpackers, wistawan harus mengatur semuanya sendiri alias menjadi turis mandiri. Inilah yang terkadang kerap menjadi masalah saat rombongan sudah tiba di negara tujuan.
“Wisatawan Indonesia itu biasanya manja, semuanya ingin dilayani. Koper ingin ada yang bawa. Jadi, masalah yang sering muncul biasanya culture shock. Mereka tidak biasa melakukan semuanya sendiri dan selalu ingin dilayani,” katanya.